Malam merambat pelan, langit berselimut wahyu. Nuzulul Qur’an, malam saat
cahaya turun, menerangi belantara hati manusia yang sering kali dikeruhkan
oleh debu dunia. Malam itu bukan sekadar peristiwa, tapi pijakan sejarah.
Sebuah ketukan keras di pintu kesadaran, bahwa manusia tak diciptakan
untuk sekadar hidup, tapi untuk memahami, mencari, dan menjadi.
Kebebasan sejati bukanlah melepas ikatan, tapi memilih ikatan yang benar. Ambillah yang jernih dan tinggalkan yang keruh. Choose the best, disregard the rest!!
Di sudut-sudut kampung, santri kembali dari perantauan ilmu. Ada yang membawa serta cahaya dalam genggamannya, mengisi lorong-lorong waktu
dengan hafalan, tafsir, dan keterampilan yang bermanfaat. Mereka sadar
bahwa setiap detik adalah peluang, setiap kesempatan adalah ladang amal.
Hidup bagi mereka bukan sekadar rutinitas, melainkan sketsa yang terus
digores dengan warna ilmu dan adab.
Ada satu malam di bulan Ramadan yang tak bisa disepelekan keutamaannya—malam diturunkannya Al-Qur’an: Nuzulul Qur’an. Malam di mana langit dan bumi seakan berpelukan lewat cahaya wahyu yang membawa petunjuk, pemisah antara yang haq dan batil.
Bagi sebagian santri, bulan Ramadan identik dengan momen pulang kampung. Istilah "libur Ramadan" kadang terdengar seperti kebebasan. Tapi di sinilah kita diuji: apa arti kebebasan tanpa bimbingan?
Ada yang seolah merasa terlepas dari rantai. Mereka mencicipi
kemerdekaan dalam definisi yang asing. Lepas dari aturan pondok, lepas
dari jadwal yang ketat, lepas dari adab yang dulu diagungkan. Media sosial
merenggut waktu, tongkrongan memanggil, game online membius. "Ini waktu
istirahat," katanya. "Ini saatnya menikmati kebebasan."
Saat mushaf ditinggalkan demi layar ponsel, saat tadarus diganti dengan scroll tanpa arah, kita perlu merenung kembali: Nuzulul Qur’an bukan hanya tentang sejarah turunnya wahyu, tapi tentang ajakan untuk kembali membaca — bukan hanya teks, tapi juga hidup.
📌 Baca juga: Menampilkan hari dan bulan dalam format Bahasa Indonesia di Excel
Kebebasan sejati bukanlah melepas ikatan, tapi memilih ikatan yang benar. Seperti dalam peribahasa Arab:
خذ ما صفا ودع ما كدر (Khudz ma shofa' wadha' ma kadar) – Ambillah yang jernih dan tinggalkan yang keruh. Choose the best, disregard the rest!!
Allah menurunkan Al-Qur’an agar manusia hidup dengan cahaya. Tapi terkadang, cahaya itu padam karena kita sendiri yang menutupnya.
🕌 Makna Nuzulul Qur'an bagi Santri
Bagi seorang santri, Nuzulul Qur’an bukan sekadar peringatan seremonial, melainkan momen untuk meneguhkan kembali jati diri sebagai penjaga ilmu dan cahaya.
Santri hidup di tengah kitab dan tradisi, tapi jangan sampai lupa bahwa kitab suci Al-Qur’an adalah sumber dari segala ilmu yang dipelajari. Nuzulul Qur’an mengingatkan kita, bahwa menjadi santri bukan hanya tentang hafalan dan rutinitas ngaji, tapi juga tentang menumbuhkan adab, menggenggam hikmah, dan mewarisi semangat perubahan dari wahyu yang pertama: "Iqra".
Nuzulul Qur’an adalah panggilan untuk membaca—dengan mata, hati, dan amal.
Dalam realitas hari ini, banyak santri yang terjebak dalam rutinitas tanpa makna, atau merasa lelah dan kehilangan arah ketika kembali ke rumah. Padahal, justru di luar pesantren itulah ujian sebenarnya.
Nuzulul Qur’an adalah pengingat bahwa ilmu yang ditimba di pondok harus menjadi cahaya di rumah, di kampung, bahkan di dunia digital. Menjadi santri di zaman modern berarti menjembatani nilai-nilai Qur’ani dengan teknologi, sosial media, bahkan spreadsheet!
📘 Hidup dan Excel: Sama-Sama Butuh Formula
Bayangkan hidup ini seperti lembar kerja di Excel. Setiap sel adalah pilihan. Ada yang terisi dengan nilai-nilai yang bermakna, ada yang
kosong tanpa makna. Ada formula yang mengatur keseimbangan, ada data yang
bisa diolah menjadi kebijaksanaan. Santri yang bijak adalah mereka yang
mengisi "lembar kerja" hidupnya dengan ilmu, adab, dan manfaat. Bukan sekadar mengisi sel
dengan angka acak tanpa makna, atau lebih buruk lagi, membiarkan
error tanpa memperbaikinya.
Saya suka menganalogikan hidup dengan lembar kerja Excel. Terlihat kosong dan membosankan di awal, tapi kalau kita isi dengan formula yang tepat—ia bisa menghitung, mengatur, bahkan memprediksi.
Begitu juga hidup. Bila kita isi dengan formula dari wahyu, hasilnya pasti jauh lebih terarah.
🔍 Refleksi Teknologi: Dari Mushaf ke Spreadsheet
📊 Tips Excel: Tandai Hari Penting dengan Warna Otomatis
Misalnya kamu ingin menandai tanggal Nuzulul Qur’an, Idul Fitri, atau jadwal tadarus di Excel.
- Blok kolom tanggal.
- Klik Home > Conditional Formatting > Highlight Cell Rules > A Date Occurring.
- Pilih "This Month" atau tanggal khusus, lalu pilih warna.
✅ Excel akan otomatis menyoroti hari-hari penting. Seperti Al-Qur’an yang menyoroti bagian hidup kita agar tak terlewat.
📱 Tips Teknologi Ringan: Cahaya di Genggaman
- Gunakan aplikasi Muslim Pro, Umma, atau Quran Best untuk tadarus digital & jadwal sholat.
- Catat inspirasi atau rencana ibadah Ramadan menggunakan Google Keep atau Notion.
Selamat memperingati Nuzulul Qur’an.
Semoga hidup kita selalu tersusun rapi seperti sel Excel, dengan satu formula utama: petunjuk dari Al-Qur’an. Karena hidup bukan sekadar ada, tapi menjadi. Bukan sekadar menghirup udara, tapi memberi makna. Seperti wahyu yang turun di malam Nuzulul Qur’an, kita pun harus turun ke dunia ini sebagai cahaya. Dan cahaya, tak pernah ragu untuk menerangi.
#NuzululQuran #SantriPulang #KebebasanSejati #PendidikanIslam #InspirasiRamadan #MotivasiHidup #RefleksiDiri #NilaiKehidupan #AdabDanIlmu #HikmahKehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar